Kumpulan Puisi

Lestarikanlah Karya Anak Bangsa

atatan seorang mantan separatis

Benakku memuja bendera,
lambang juang yang berganti nama,
sehingga kini bala luruh tanpa daun ganja.

Ini asa bermuka-muka dengan resah.
Getarnya memuja kancah yang kubenci,
tempat aku dan saudara menafikan hati.

aku sedang mengungguli dendam,
kutunggagi hari dengan mata.
Demi risau, tatap berjanji untuk damai dalam gemuruh.

2008
BIO DATA
Nama : Harsandi Nugraha / Abu Rayhan
TTL : Bandung, 13 Maret 1971
Alamat : Jalan Gabus no 377 Banda Aceh.
Pekerjaan : Pegawai Negeri .


Sumber : Kompas.Com

I. Sebuah Ranah.
Sarat para pewarta dan pemilik cerita di tanahnya, sesak pijar uraian cerita tentang bulan tersenyum semalam hingga matahari yang menunggu adzan magrib menyuruhnya pergi. Ramai juga para pemilik gunung, menanam bual hijau di kaki bangku-bangku plastik, menyemainya dengan asap silih berganti, menanti panen yang tak bermasa. Saudagar yang dulu berumah di hutan menjual duka semasa sengsara dan suka ketika nama dan wajahnya terpasang di sepuluh simpang jalan dan seratus gampong.


Ketika hujan, tak ada yang basah, sebab lebatnya tercurah pada bibir, air bermuka-muka dalam gelas, mencari pangkal hitam, warna yang memberi jejak dimana manis bertahta memberi titah para pemujanya, agar tak beranjak dari takzimnya kisah. Tak ada yang berpayung, karena mendung awan habis terhisap mulut-mulut piawai berpetir, menaungi buhul-buhul kabar tentang badai dan hujan di tanah penuh getar.

II. Sebuah Rumah.
Tak ada beranda, juga tak ada jendela, apalagi pintu tempat mengetuk dan memberi salam. Mata saja mencari tahu dimana arah yang sehala maksud, tatap dilayangkan mengikuti asap dan aroma kopi, agar rasa terbang ke awan seperti bual berwajah benar nan mengangkangi tiap tepi kisah, penghuninya segenap pemilik umur, bertukar tajuk pilihan yang semalam menjadi mimpi sewaktu tidur, angan-angan mereka larut dalam seduhan, mencari rasa di ujung lidah untuk pahit atau manisnya uraian yang akan ditakar sejawat semeja.

Rumah penuh kaki, berbagai terompah dan sepatu, juga berbagai bau peluh yang terbawa dari sawah, kebun, ruang ber AC, pasar ikan, ataupun lapangan apel pagi,langkah terayunkan adalah usungan niat untuk mencari ruang agar warta tak sia-sia terbuang di ladang atau pematang, Tak ada fakih ataupun pendusta, fatwa ataupun kabar menepi untuk berkawan, ruang mewarna ujung ujung misal yang ditahbiskan seringai, bersama aroma kopi dan tembakau, di rumah ini penghuni tak punya malam ataupun siang


2009
Sumber : Kompas.Com

Rupa pagi di dinding beranda
Bergambar kisah paderi tanpa sesaji.
Langit muda di dahinya bertumpu di satu sudut tatap
Entah kutuk atau mantera yang tiba ketika asap dupa semu menggauli matanya

Ada tuju, ada laluan niat di tiap celah pintu
Ada kerontang yang menyusuri dedaun berembun

Angin pagi di syair jendela
Melirih memanggil, walau burung gagak berhasrat pergi.
Lagunya amsal belati,
Mencari nadi yang hilang denyut di kasur kapuk
Ketika nafas tak sepadan helaan

Ada ruang, ada sengal mencemari langit-langit
Ada lelaki yang acap mengukur ajal di rumahnya sendiri.

Banda Aceh, 27 Juli ‘08


Sumber : Kompas.com